Review kali ini dipersembahkan oleh pereview tamu, Hisyam, seorang mahasiswa kedokteran Universitas Islam Indonesia (Yogyakarta). IG @zabunzzazabun
Terimakasih banyak!
==================================================
Pernah kepikiran gak kenapa kanker digambarkan dalam bentuk kepiting? Dari mana mulanya penamaan Pap Smear pada tes skrining kanker rahim? Sebenarnya apa sih kanker itu?
Kanker menjadi salah satu penyakit yang besar pengaruhnya terhadap peradaban dunia. Keberadaan penyakit ini mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia. Kanker memiliki banyak wajah dan variasi yang menandakan bahwa pertumbuhan dirinya tak terkendali. Melalui buku ini, Siddhartha Mukherjee bertutur pada pembaca mengenai seluruh topik bahasan kanker secara sistematis dengan penjelasan yang mudah dipahami dan enak dibaca. Sejak kapan ia bermula, apa yang telah dikorbankan manusia untuk melawannya, dan keberadaannya di masa depan nanti.
Kanker: Biografi Suatu Penyakit
Siddhartha Mukherjee
Cetakan ketiga, 2021
Penerbit Kepustakaan Gramedia
658 halaman
Siddhartha Mukherjee adalah seorang dokter dan ilmuwan kanker yang terspesialisasi pada leukemia. Ketertarikannya pada jenis kanker tersebut beralasan dari pertemuannya dengan seorang pasien leukemia bernama Carla yang mengubah pandangannya terhadap kanker. Berangkat dari sana penulis terpantik untuk mulai menggarap buku ini.
Buku ini terdiri dari 6 bagian, yang masing-masing bagian saling berkesinambungan membahas seluruh aspek kanker. Bagian awal dibuka dengan membahas leukemia yang menjadi kanker pertama yang berhasil merespon terhadap terapi, yaitu pemberian obat anti fosfat yang ditemukan oleh Sydney Farber, seorang dokter yang concern di bidang leukemia pada anak sejak tahun 1960an. Berkat temuannya itu, Farber dinobatkan sebagai bapak kemoterapi modern.
Paragraf-paragraf berikutnya bercerita mengenai sejarah kuno temuan kanker yang menunjukkan bahwa kanker bukanlah sebuah penyakit modern, karena faktanya sangat mungkin penyakit ini merupakan penyakit paling tua di muka bumi.
Di bagian kedua bukunya mulai menceritakan cikal bakalnya riset kanker melesat jauh. Dimulai saat sepasang filantropis terkenal Amerika, pasangan Lasker, yang mendukung pembentukan yayasan kanker dan mendanai penelitian untuk kanker. Pasangan Lasker bersama Farber ini nantinya bakal mencetuskan lembaga riset yang kini dikenal sebagai National Cancer Institute.
Selanjutnya penulis mulai memasuki bagian penting saat riset Doll dan Hill yang melakukan uji case control mengenai pengaruh tembakau terhadap kejadian kanker paru dan terbukti nyata terdapat perubahan yang signifikan. Hal ini menjadikan betapa peliknya isu kanker paru dan hubungannya dengan zat tersebut sehingga sempat menimbulkan perseteruan antara dunia kesehatan dengan produsen bisnis tembakau saat itu.
Dibahas juga mengenai kesalahan ilmiah yang serius di dunia onkologi oleh Werner Bezwada, seorang peneliti yang melakukan percobaan yang menunjukkan bahwa tranplantasi sumsum tulang untuk kanker payudara dapat memperpanjang hidup.
Barulah di bagian keempat buku mulai membahas mengenai upaya pencegahan kanker yang merupakan bagian dari penyembuhan juga. Narasi dimulai dari lelaki muda yang mengalami kanker skrotum akibat bekerja sebagai climbing boys. Jelaga menjadi karsinogen pertama yang diketahui saat itu. Hal tersebut mulai membuka mata bahwa kanker dapat dipicu oleh faktor eksternal yang dibuat oleh manusia.
Uji skrining kanker sendiri merupakan suatu tantangan bagi dunia onkologi, karena merupakan suatu hal yang sulit. Kadang hasil dapat mengaburkan seperti positif palsu maupun diagnosis yang kurang memicu permasalahan tersendiri nantinya. Analoginya dari tes skrining ini kayak sebuah jaring laba-laba, makin rapat jaringnya, kemungkinan mendapat lalat makin besar (+ nyata) dan kemungkinan menjaring selain lalat, sampah misalnya, juga makin besar (+ palsu).
Bagian kelima mulai berkaitan dengan bahasan gen pemicu kanker. Teori boveri yang memulai pemahaman bahwa kanker terjadi akibat gangguan internal pada kromosom, yang dilakukan uji coba terhadap sel bulu babi. Tapi saat itu yang lebih dipercaya sebagai pemicu kanker adalah virus, seperti yang diujikan Rous pada ayam yang memicu sarkoma.
Tahun 1872 dokter di Brasil de Gouveia menemukan seorang anak dengan retinoblastoma yang kemudian dioperasi dan berhasil bertahan hidup sampai dewasa lalu menikah dan memiliki anak yang juga retinoblastoma, menunjukkan faktor keturunan telah memicu kejadian kanker. Hanya saja saat itu belum dikaitkan dengan pengaruh genetis jadi hal tersebut banyak diabaikan.
Pada akhir biografi penyakit ini, Knudson mulai menemukan inti kerusakan molekuler sel kanker yang dipengaruhi gen, yaitu koordinasi antara pro onkogen dan anti onkogen. Mutasi salah satunya dapat memicu neoplasma jaringan. Penulis seolah membuka pikiran pembaca terkait bagaimana ke depannya perkembangan kanker dan usaha seperti apa lagi yang dapat dilakukan manusia untuk melawan dan bahkan mengenyahkan penyakit tersebut.
Buku ini merupakan sebuah kitab biografi lengkap penyakit kanker karena menyajikan sejarah permulaan hingga masa depan penyakit ini. Mukherjee punya kemampuan yang belum tentu dimiliki ilmuwan lainnya yaitu menuangkan ‘bahasa ilmiah’ ke dalam bahasa yang mudah dicerna orang awam dengan rangkaian narasinya yang lihai terasa seperti sedang membaca karya fiksi.
Setelah mencermati beberapa bagian akhir kita jadi bisa tahu pola penulisan tiap babnya. Di bagian awal kita dibawa menelusuri bagaimana manusia berkenalan dengan kanker dan upaya-upaya apa yang telah mereka usahakan untuk melawan penyakit tersebut. Kemudian, bergulir di pertengahan isi mulai membahas bagaimana kita mengenali pemicu kanker dan menuju akhir buku mulai beralih membahas paradigman onkologi menjadi teori gen dan molekuler.
Di awal mungkin akan sedikit terintimidasi oleh ketebalan bukunya, namun percayalah setelah melalui beberapa halaman pertama kalian tidak akan bisa berhenti membacanya. Buku ini dengan narasinya yang indah dan isinya yang kaya ilmu memukau pembaca dengan caranya sendiri.
Keberadaan buku ini menjadi sebuah penanda nyata bahwa peradaban manusia telah mengupayakan segala macam cara untuk berperang dengan penyakit ini sejak dahulu, kini, dan hingga esok. Kita selaku generasi penerusnyalah yang sudah seharusnya meneruskan tongkat estafet perlawanan tersebut.