Bagi yang dibesarkan dalam tradisi agama Abrahamik, manusia dikatakan sebagai anak-anak Adam. Tapi tahukah anda, bahwa “Adam” berasal dari bahasa Ibrani yang berarti ‘tanah’? Kita tidak bisa hidup tanpa tanah tempat kita berpijak, tempat makanan kita mendapatkan nutrisi untuk tumbuh dan selanjutnya menumbuhkan badan kita. Kita berasal dari tanah dan kembali ke tanah. Tapi seberapa sering kita berpikir tentang tanah, sumber hidup kita ini?
Terbayangkah dunia tanpa tanah? Terbayangkah jika tanah tidak lagi mampu menampung kebutuhan hidup makhluk-makhluk yang bergantung kepadanya? Perlu diingat bahwa populasi manusia hari ini tercatat sudah melewati angka 8 milyar.
Buku ini berusaha menggugah kesadaran kita tentang peran tanah –sang Adam– yang tidak tergantikan dalam kehidupan di Bumi.
A World Without Soil: The Past, Present, and Precarious Future of the Earth Beneath Our Feet
Jo Handelsman
Yale University Press (2021)
262 hal
Jo Handelsman adalah pakar ilmu tanah dan mikrobiologi yang pernah bekerja sebagai penasihat presiden Obama bidang sains dan teknologi. Latar belakang pendidikannya di bidang agronomi dan biologi molekul membuatnya sangat peduli dengan kondisi pertanahan.
Ia menulis buku ini karena merasa bahwa di tengah fokus perdebatan dunia yang berusaha mengurangi penggunaan bahan bakar fosil untuk mengatasi perubahan iklim, krisis seputar tanah dan peran pentingnya terhadap kehidupan seluruh penduduk bumi tidak mendapatkan perhatian sepantasnya. Masyarakat dunia rata-rata tidak tahu krisis apa yang sedang terjadi di bawah telapak kaki mereka.
Sebelum ini saya sudah membaca beberapa buku yang mengangkat tentang pertanahan, yaitu The Soil Will Save Us, Dirt to Soil, dan What Your Food Ate. Tetapi ketiga buku ini lebih berat membahas praktek pertanian yang dapat memulihkan kesuburan tanah. A World Without Soil lebih fokus tentang tanahnya sendiri.
Diceritakan asal usul tanah yang mulai terbentuk ketika planet Bumi masih sangat muda. “Water and rock are two critical ingredients of soil. The third ingredient is life,” tulis Handelsman.
Ya, tanah juga ‘lahir’ ke dunia dari ‘perkawinan’ batu dengan air, dan kehidupan yang ‘ditiupkan’ ke dalamnya. Ditiupkan dalam tanda kutip, karena sampai sekarang pun sains belum bisa menguak misteri munculnya ‘hidup’ dari benda fisik yang ‘mati’ seperti atom, molekul, mineral, dll.
Menarik bukan, bahwa seperti ini jugalah gambaran penciptaan manusia (Adam) dalam kitab suci? Sementara unsur ketiga tadi, ‘life’, dalam bahasa Ibrani adalah Havah, yang dalam bahasa Arab menjadi Hawa.
Adam (tanah) dan Hawa (hidup) melahirkan kita anak-anak manusia.
—terus terang saya tercengang sendiri waktu dapat insight ini—
Salah satu yang menarik di buku ini adalah ketika Handelsman bercerita tentang bakteri tanah yang mampu mengubah gas dinitrogen di udara menjadi bentukan nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk tumbuh.
Mengapa menarik? Karena meskipun terdapat 78% nitrogen di udara, sangat sedikit makhluk hidup yang dapat memanfaatkannya secara langsung, karena atom-atomnya diikat dengan ikatan kovalen rangkap 3 yang sangat kuat, di alam hanya bisa dibebaskan oleh energi petir/kilat, dan bakteri tanah (sebelum akhirnya ditemukan cara artifisial melalui proses Haber-Bosch). Selama jutaan tahun, bakteri tanah inilah yang berjasa menyediakan produk-produk nitrogen yang membuat tanaman tumbuh. Nitrogen di tubuh kita pun, didapat dari jasa para bakteri tanah itu. Luarbiasa bukan jasa mereka? Tapi tidak pernah terbersit dalam pikiran kita jasa besar makhluk-makhluk renik ini.
Selanjutnya Handelsman menjelaskan secara detail tentang berbagai jenis tanah dan sifat-sifatnya. Betapa Ukraina yang kaya dengan tanah mollisol yang subur menjadi pusat produksi pangan dunia. Itulah kenapa perang di sana saat ini sangat berdampak besar bagi ketersediaan pangan global.
Bagian besar buku ini membahas aktivitas manusia (terutama pertanian dan peternakan) yang mengakibatkan erosi dan degradasi kualitas tanah di berbagai daerah di dunia. Dan jangan dikira kondisi tanah di satu tempat tidak akan mempengaruhi tempat lain. Kesehatan tanah sangat berpengaruh pada perubahan iklim global. Planet Bumi ini satu entitas, semua saling berkaitan.
Beberapa kali Indonesia disebut-sebut dalam buku ini karena kondisi tanahnya yang semakin buruk terutama pada masa pembakaran hutan yang tidak terkendali, ketika aturan-aturan pertanahan dan perkebunan bisa dikongkalingkong. Tapi menurut Handelsman sekarang sudah ada aturan yang menjaga keberadaan lahan gambut di Indonesia. Karenanya penting sekali memilih pemimpin yang peduli akan masalah lingkungan (hayo yang mau pemilu, hati-hati pilih pemimpin ya).
Handelsman juga mengatakan kita mesti belajar dari kearifan lokal dalam menjaga lingkungan, karena praktek mereka sudah terbukti baik efeknya bagi tanah. Dicontohkan praktek-praktek agrikultur di pulau Papa Stour di Skotlandia, teknologi Chinampa peninggalan Aztec, bangsa Maya di Amerika Selatan, pertanian ala suku Ifugao di Filipina, suku Zuni di Amerika Utara, dan Maori di Selandia Baru. Masing-masing memiliki tradisi pemuliaan tanah dan lingkungan yang menghasilkan tanah subur.
Intinya, praktek agrikultur modern yang telah berlangsung selama ini perlu diperbaiki secara besar-besaran agar pertama-tama mengembalikan kesehatan dan kesuburan tanahnya. Karena tanpa tanah yang sehat, apa yang tumbuh darinya pun tidak akan sehat.
Di bab terakhir Handelsman mengusulkan adanya gerakan “Save Our Soil (SOS)” yang bertujuan menyadarkan pentingnya tanah dalam kehidupan manusia. Krisis tanah sudah sangat parah, kita perlu mengerahkan semua jalur media untuk meningkatkan kepedulian seluruh penduduk Bumi akan masalah pertanahan.
Rupanya seruan Handelsman satu frekuensi dengan apa yang dilakukan oleh Sadhguru dan Isha Foundation-nya: awal tahun ini gerakan global “Save Soil – Conscious Planet” diadakan secara masif di berbagai negara dengan mengerahkan berbagai institusi dan media internasional. Tokoh-tokoh global dan selebriti papan atas ikut aktif mengkampanyekannya.
Untuk yang di Indonesia, bisa mengakses websitenya di sini https://consciousplanet.org/id
Tanpa tanah, tidak akan ada bebungaan warna-warni seperti di foto ini. Tanpa tanah, manusia juga tidak akan ada.
Ayo mulai sadar lingkungan dan ikut aktif menjaga dan memuliakan tanah, alias Adam, ‘bapak’ kita semua.
***
Buku-buku yang juga membahas tentang pertanahan, pertanian, kesuburan tanah, perubahan iklim, dan penanggulangannya:
Dirt to Soil: One Family’s Journey into Regenerative Agriculture
https://www.facebook.com/bookolatte/posts/137956898603210
The Soil Will Save Us: How Scientists, Farmers, and Foodies Are Healing the Soil to Save the Planet
https://www.facebook.com/bookolatte/posts/119216780477222
The Story of More: How We Got to Climate Change and Where to Go from Here
https://www.facebook.com/bookolatte/posts/118948343837399
What Has Nature Ever Done for Us?: How Money Really Does Grow On Trees
https://www.facebook.com/bookolatte/posts/pfbid0px5uiAuCVGvAsRAwwMhk3bULYxi64RVdyz6CDWwsD8vAw13hQBJ67ivayFkKgrXMl
What Your Food Ate
https://www.facebook.com/bookolatte/posts/pfbid044JEtAWYJUNZmveVE3TG6n8CYETEF2ChVZZzpfYBLGwo4YV8s7HaJPqqN5UYJ1dGl