Cart

Your Cart Is Empty

Chip War: The Fight For The World’s Most Critical Technology

Chip War: The Fight For The World’s Most Critical Technology

image

Author

Ani

Published

Februari 17, 2024

Siapa sangka sebuah negara pulau dengan luas lebih kecil dari pulau Jawa, menguasai suatu “senjata” yang membuat seluruh dunia tergantung padanya? Bukan, saya tidak bicara tentang senjata nuklir atau semacamnya. Saya bicara tentang Taiwan dan TSMC (Taiwan Semiconductor Manufacturing Company), perusahaan manufaktur semikonduktor, di mana chip-chip komputer paling canggih sedunia diproduksi. Ya, ternyata di jaman modern ini chip komputer adalah ‘the new oil’, siapa yang menguasainya akan menguasai dunia.

Chip War: The Fight For The World’s Most Critical Technology

Chris Miller
Scribner (2022)
431 hal

Chris Miller adalah profesor International History di Tufts University, dengan fokus riset geopolitik, ekonomi, teknologi, hubungan internasional, dan sejarah Rusia. Ia sudah menulis beberapa buku dengan topik Rusia, dan buku Chip War adalah buku terbarunya yang bercerita tentang sejarah chip semikonduktor, sejak penemuannya hingga saat ini menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan modern, dan menjadi teknologi yang diperebutkan negara-negara adidaya.

Apa yang dimaksud dengan chip?
Chip, atau juga disebut ‘integrated circuit’ atau kadang juga ‘semiconductor’, adalah suatu kepingan material yang bersifat semikonduktor, biasanya dari silikon, di mana di dalamnya terdapat beberapa macam komponen, termasuk transistor (yang jumlahnya bisa jutaan bahkan milyaran). Transistor di dalam chip berfungsi mengontrol aliran listrik dalam sistem elektronik, sebagai switch ON/OFF-nya. Chip digunakan dalam berbagai macam alat elektronik, mulai dari yang sederhana seperti kalkulator sayur hingga yang canggih seperti superkomputer.

Sejarah chip tentu saja tidak terpisahkan dari sejarah komputer secara umum. Sejarah komputer sering disinggung dalam buku-buku ilmiah populer, namun peran chip jarang diulas secara mendetail di dalamnya, padahal sangat krusial. Pernah dengar tentang Moore’s Law? Di buku-buku populer biasanya hanya diceritakan bahwa Moore’s Law bicara tentang ‘computing power’ yang akan mengganda setiap 2 tahun. Namun tepatnya ia mengatakan bahwa ‘jumlah transistor dalam sebuah chip akan mengganda setiap 2 tahun’ (terlalu panjang mungkin ya, untuk menjelaskan apa itu chip, transistor, dan fungsinya masing-masing).

Sebelum ditemukannya transistor, komputer menggunakan tabung vakum yang ukurannya besar. Karena itulah komputer generasi pertama seperti ENIAC berukuran raksasa dan mengambil tempat di ruangan seluas ratusan meter persegi. Perkembangan teknologi chip inilah yang memungkinkan kemampuan komputasi komputer semakin meningkat, ukurannya semakin kecil, harganya semakin murah, sehingga penggunaannya semakin meluas.

Kalau mendengar “Silicon Valley” (area pusat teknologi di selatan San Francisco) yang terbayang mungkin perusahaan-perusahaan seperti Google, Apple, dan Facebook, padahal asal usulnya adalah justru berkaitan dengan silikon sebagai material semikonduktor. William Shockley, fisikawan penemu transistor (dan memenangkan Nobel untuk penemuannya ini), mendirikan Shockley Semiconductor pada tahun 1955 di Mountain View. Kemudian 8 ilmuwan bawahannya (di antaranya Robert Noyce dan Gordon Moore yang kemudian mendirikan Intel) memberhentikan diri dan mendirikan Fairchild Semiconductor. Mereka inilah yang dianggap perintis Silicon Valley.

Pada tahun 1961 Fairchild Semiconductor meluncurkan produk Micrologic, chip silikon dengan 4 transistor di dalamnya. Sekira waktu yang sama, perusahaan Texas Instruments (TI) juga meluncurkan semikonduktor jenis lain (ditemukan oleh Jack Kilby). Masing-masing menemukan pasarnya di pemerintah AS yaitu NASA yang sedang berusaha mendaratkan roket ke bulan, dan militer yang sedang membangun peluru kendali generasi baru.

Satu hal yang ditekankan berkali-kali oleh Miller di buku ini adalah, perkembangan teknologi komputer yang mendorong modernisasi ini bukan hanya cerita sukses ilmuwan-ilmuwan brilyan seperti Shockley, Noyce, Moore, ataupun Kilby, melainkan juga tidak lepas dari inovasi dalam proses manufaktur, supply chain, manajerial, tenaga kerja, juga marketing. Belum lagi soal politik dan militer. “The spread of semiconductors was enabled as much by clever manufacturing techniques as academic physics,” tulisnya.

Produksi massal chip dimungkinkan sejak ditemukannya teknik fotolitografi oleh Jay Lathrop sehingga transistor dapat dibuat berukuran sangat kecil. Proses fotolitografi untuk produksi massal transistor ini dikembangkan di TI dan Fairchild, di antaranya dengan mendirikan pabrik-pabrik manufaktur di beberapa negara Asia (sumber tenaga kerja murah) untuk menurunkan biaya produksi. Dengan produksi massal, pasar chip meluas, bahkan ‘meledak’. Di akhir 1960an, konsumen chip tidak lagi hanya pemerintah dan militer, melainkan juga korporasi swasta. Sekira masa ini juga Bob Noyce dan Gordon Moore meninggalkan Fairchild, dan mendirikan Intel.

Dunia mulai menyadari pentingnya inovasi ini, dan berusaha memiliki dan mengembangkannya juga. Dari sini mulailah cerita-cerita bagaimana produksi chip meluas secara global. Soviet, juga Jepang, bahkan memata-matai dan berusaha mencuri teknologi chip untuk dikembangkan di negara masing-masing. Bedanya, sistem diktatorial Soviet membatasi inovasi karena semua harus ‘menurut petunjuk bapak pejabat’, sementara industri elektronik Jepang berkembang pesat dengan inovasi produk-produk baru seperti Walkman dari Sony yang menguasai pasar dunia.

Taiwan, yang sudah bekerjasama dengan TI dalam proses manufaktur chip sejak tahun 60an, pada tahun 80an berusaha membangun industri chip sendiri. Pemerintah Taiwan meminta Morris Chang, yang 20 tahun sebelumnya bertanggung jawab mendirikan fasilitas produksi TI di negara pulau kecil itu. Chang lalu mendirikan Taiwan Superconductor Manufacturing Company (TSMC) dengan dukungan kuat dari pemerintah Taiwan. TSMC fokus di usaha manufaktur chip yang dirancang oleh klien (jadi semacam perusahaan cetak), namun juga fokus pada kualitas cetakannya yang semakin lama semakin canggih, dengan mesin cetak chip tercanggih buatan perusahaan Belanda ASML. Saat ini 90% chip paling canggih di dunia (seperti untuk iPhone) diproduksi oleh TSMC. Sulit mengikuti jejak TSMC, karena biaya mendirikan dan mengelola perusahaan manufaktur chip canggih itu sangat besar (milyaran dolar). Tapi mengingat rapuhnya supply chain industri chip jika manufaktur chip tercanggih hanya dikuasai satu perusahaan (yang rawan gempa dan serangan China), Intel mulai berusaha mengejarnya.

Sementara itu, China pasca pemerintahan Mao Zedong berusaha mengejar ketertinggalan ilmu dan teknologi. Pada masa Mao, ilmuwan dan insinyur brilyan pun harus turun ke desa menjadi petani lho. Di antara perusahaan yang muncul di sektor semikonduktor adalah Huawei, yang didirikan oleh Ren Zhengfei tahun 1987. Karena ‘terlambat’, memang dari segi teknologi chip tertinggal jauh dari Amerika, yang lewat Intel dan AMD menguasai pasar chip komputer. Namun pelan-pelan China menyusulnya. Kekuatan China ada di pasar konsumen yang besar, dan pabrik manufaktur dengan tenaga kerja murah. Soal tenaga kerja, tidak mungkin bisa murah kalau diproduksi di Amerika deh. Selain itu juga China memberi subsidi besar pada industri chip karena ingin menguasai pasar. Seperti disebutkan di awal tadi, siapapun yang menguasai pasar chip akan menguasai dunia. Amerika mulai tersudut dan merasa harus mempertahankan posisinya di puncak, dan di sinilah fokus buku ini, tentang perang rebutan industri semikonduktor.

Beberapa hal yang ingin saya soroti dari buku ini adalah:
– spirit inovasi, eksplorasi, dan entrepreneurship Amerika itu bagi saya sangat mengagumkan.
– dukungan dari pemerintah sangat berpengaruh bagi perkembangan industri, di antaranya subsidi dan suntikan dana. Dari sini saya jadi agak paham kenapa pajak para pengusaha Silicon Valley lebih rendah daripada middle class di Amerika, tapi lama-lama hasilnya yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin, rakyat jelata marah dehhh.
– CEO yang visioner dan paham teknis berpengaruh besar pada langkah yang diambil sebuah perusahaan teknologi. Intel menolak kerjasama dengan Apple ketika CEOnya adalah orang ekonomi. Langkah ini terbukti sangat merugikan.
– pejabat yang tidak mengerti teknis bisa dimanfaatkan untuk mencari celah perdagangan (banyak ceritanya di buku ini).

Meskipun topik buku ini sesuatu yang baru buat saya (sejak kapan saya tertarik urusan ekonomi, perdagangan dan politik internasional, coba?), namun cara bercerita Chris Miller begitu menarik, ulasannya mengalir mudah diikuti, sehingga saya juga jadi tercerahkan tentang asal-usul konflik-konflik antara Amerika dan China akhir-akhir ini (misalnya soal blokade Huawei dan ZTE, dll).

Ini buku sejarah teknologi yang menarik dan enak dibaca. Cocok untuk mereka yang berkecimpung di dunia komputer dan elektronik, tapi untuk awam seperti saya juga mudah diikuti.
Recommended.

Join Us

Book

O Latte

Follow IG untuk membaca review kami

Join Us on Spotify

Our Location

My Place

The place I like the most

Get Direction