Cart

Your Cart Is Empty

Eating the Sun: Small Musings On A Vast Universe

Eating the Sun: Small Musings On A Vast Universe

image

Author

Ani

Published

Februari 13, 2024

Bagaimana kalau fakta sains dikemas dalam bahasa yang puitis dan disertai ilustrasi yang menarik? Sepertinya buku ini bisa jadi contoh.

Eating the Sun: Small Musings On A Vast Universe

Ella Frances Sanders
Penguin Books (2019)
162 hal

Ella Francis Sanders adalah penulis dan ilustrator muda. Akun media sosialnya lebih banyak berisi ilustrasi daripada tulisan panjang, jadi saya menangkap bahwa profesi utamanya adalah ilustrator. Di usianya yang masih muda ia sudah menerbitkan 5 buku, yang utamanya ilustrasi tapi disertai tulisan atau esai pendek, renungan tentang topik tertentu.

Buku ini terdiri dari 51 esai pendek (masing-masing 1 – 1.5 halaman) berisi renungan-renungannya tentang berbagai topik sains dan bagaimana fakta-fakta sains itu membuatnya berpikir betapa kecilnya manusia di semesta yang begitu luas ini. Begitu banyak hal mengagumkan yang jarang kita pikirkan.

Judul buku ini sendiri diambil dari satu esai 5 paragraf yang merenungkan tentang bagaimana semua makanan yang kita makan (tumbuhan dan hewan) mendapatkan energinya dari matahari. Dan karenanya, kita memakan matahari.

Tulisan-tulisannya mengingatkan saya pada seorang budayawan, yang tulisannya pernah lewat di linimasa. Topiknya menyinggung beberapa topik sains yang saya tangkap didapatnya dari buku Carlo Rovelli “Reality Is Not What It Seems”. Kemasannya ‘nyastra’. Diksinya cantik. Banyak istilah latin dan ilmiah yang dimasukkan.

Tapi saya capek bacanya.

Saya jadi ingat di buku Reader, Come Home, Maryanne Wolf menulis kira-kira “Kalau saya menulis novel, saya akan menulis dengan kalimat-kalimat yang membuat pembaca berusaha lebih keras menangkap maknanya, tidak sekadar apa yang terbaca di permukaan”.

Membaca buku ini memang butuh energi lebih, saya pikir. Bukan saja mencerna bahasanya, tapi juga ditambah mencerna topiknya. Lima puluh satu esai tipe begini ternyata menguras energi saya, padahal nggak sampai 200 halaman. Mungkin bagus untuk dibaca satu per hari, buat olahraga otak.

Saya jadi ingat obrolan sama mbak Andri Ani beberapa waktu yang lalu tentang tulisan budayawan tadi “Menarik atau alarming, bahwa yang mempopulerkan konsep mekanika kuantum ke publik Indonesia justru sastrawan?”.

Kalau buat saya, komunikasi sains ke publik jauh lebih baik disampaikan dengan bahasa lugas, karena tujuannya membuat awam mengerti. Kecuali kalau tujuannya ‘invoking emotion of amazement/wonder’, ya bisa deh dikemas dalam bahasa sastra yang puitis.

Saya sendiri tipe pembaca to the point, apalagi untuk topik ilmiah. Tidak perlu pilihan kata cantik dan puitis, yang penting bisa membuat saya mengerti isinya. Kalau cara berceritanya menarik dan lucu, seperti buku The Big Bang of Numbers-nya Manil Suri, misalnya, itu lebih asik lagi.

Baru kemarin saya tiba-tiba terpikir tentang banyaknya penulis yang jauh lebih dikenal publik daripada ilmuwan. Mengapa? Karena mereka menulis, dan tulisannya dibaca. Alangkah baiknya kalau ilmuwan juga menulis, supaya kami yang awam ini ikut kecipratan ilmu, biarpun hanya by proxy.

Join Us

Book

O Latte

Follow IG untuk membaca review kami

Join Us on Spotify

Our Location

My Place

The place I like the most

Get Direction