Seperti dengan buku Reader Come Home, pertemuan saya dengan buku ini juga nggak sengaja. Saya ke perpus tujuannya nyari satu buku spesifik tentang hereditas, eh ternyata di raknya nggak ada, malah buku ini yang terpampang dengan khusus. Karena di sampulnya terlihat bahwa ini buku yang menjelaskan bagaimana gen-gen bekerja, ya udah saya pinjem ini aja. Dan lagi-lagi, ya, buku ini tepat menjawab banyak pertanyaan saya tentang gen dan hereditas.
Herding Hemingway’s Cats: Understanding How Our Genes Work
Kat Arney
Bloomsbury (2016)
288 hal
Kat Arney adalah ilmuwan Inggris, doktor bidang developmental genetics, sempat bekerja menjadi periset genetika dan manajer komunikasi sains di Cancer Research UK, namun sekarang fokus di bidang komunikasi sains secara independen. Bidang yang sangat tepat, saya pikir, karena menilai dari buku ini, Arney jago sekali menjelaskan hal kompleks seperti genetika dengan bahasa yang jelas, lugas, tapi juga santai dan penuh humor.
Kalau dibandingkan dengan buku Gene dari Siddharta Mukherjee (yang saya baca 2 tahun lalu tapi belum direview karena lupa lagi isinya), buku ini tidak banyak membahas sejarah ilmu genetika, namun bercerita jauh lebih detail tentang bagaimana seluk beluk teknis gen-gen kita bekerja.
Sebagai awam yang cuma belajar genetika lewat pelajaran biologi SMA (teori Mendel), bagi saya buku ini penuh dengan informasi yang mencerahkan dan membuka mata tentang bagaimana organisme dibangun dari ‘resep’ dalam DNA.
Seperti pun fisika dan matematika modern itu jauh lebih kompleks, dinamis, dan menarik dibanding yang kita pelajari di sekolah, begitu pula genetika modern: it’s a lot more than Mendel.
(Seandainya saya bisa balik lagi ke jaman kuliah, mungkin saya mau ngambil genetika aja!)
Buku ini terbagi menjadi bab-bab kecil yang disampaikan melalui wawancara Arney dengan pakar-pakar genetika modern, menjelaskan secara bertahap mulai dari definisi, fungsi dasar masing-masing, bagaimana prinsip kerjanya dll. Lalu berangsur-angsur bercerita lebih detail fungsi-fungsi tertentu seperti macam-macam RNA, junk DNA, exon, intron, transposon, DNA methylation, gene splicing, pseudogene, zombie gene, jumping gene, dll, banyak banget misteri di dunia mikro tubuh kita ini.
Misteri yang menarik untuk dipecahkan ya, bukan misteri horor, meskipun sama-sama ‘gaib’ hehe.
Saya kagum dengan kemampuan Arney menjelaskan topik kompleks ini lewat analogi-analogi yang mudah dipahami. Contohnya, ia menganalogikan DNA itu seperti perpustakaan buku resep (resep memasak protein) di inti sel, yang bukunya tidak boleh dipinjam ke luar, hanya boleh difotokopi. Yang ngopi siapa? RNA polymerase. Fotokopian resep ini adalah RNA. Terus resepnya dimasak di mana? Di ribosom. Dan seterusnya.
Protein-protein yang dihasilkan nanti punya fungsi berbeda (kan resepnya juga beda-beda), ada yang menginstruksikan sel untuk berkembang menjadi sel kulit, sel otak, sel otot, sel darah, dan lain-lain.
Beberapa cerita menarik dari buku ini misalnya:
1. Gen yang mengatur warna kulit dan rambut semua orang itu sama, yaitu gen Kitlg. Yang membedakan warna yang dihasilkannya adalah ‘control switch’ atau bagian DNA yang menyetelnya. Setelan DNA Eropa lebih lemah mempengaruhi gen Kitlg daripada setelan DNA Afrika, sehingga warna kulit dan rambut yang dihasilkannya lebih terang. Kadang perbedaannya cuma satu huruf pada DNA.
Selain itu, gen Kitlg ini tidak mempengaruhi kecerdasan atau kepribadian. Kesimpulannya? Rasisme itu nggak ada basisnya di biologi.
2. Manusia, sebagai mamalia, tidak diset untuk minum susu pasca masa pertumbuhan. Tapi seiring revolusi agrikultur, terjadi mutasi terhadap gen orang Eropa sehingga mereka dan keturunannya bisa minum susu sampai dewasa. Sisanya (kebanyakan orang Asia) yang tidak punya mutasi itu, tidak tahan minum susu. Lactose intolerant, seperti saya.
Jadi yang yang bisa minum susu tanpa masalah itu yang sebenarnya mutan lho, yang lactose intolerant DNAnya lebih ‘original’ hehehe.
3. Gen harus dibaca sesuai konteksnya, dia tidak bisa ‘diterjemahkan’ terpisah dari lingkungan di mana dia berada.
Masih banyak lagi informasi menarik dan mencengangkan lainnya.
Beberapa hal yang saya tarik dari buku ini adalah, setiap makhluk itu unik, keragaman itu niscaya, dan alam punya aturan tersembunyi yang memunculkan keragaman ini.
Biologi punya batas. “…when you get right down to the level of the DNA and proteins inside a single cell’s nucleus, (quantum) physics takes over from biology,” tulis Arney.
“…yet from this seeming biological chaos, our bodies create order — on average, the output from all this randomness is remarkably stable.”
Di akhir buku Arney berpesan kira-kira seperti ini, “Masih banyak yang belum kita ketahui tentang kerja gen. Yang pasti kita harus melepaskan mindset bahwa genome kita ini rigid dan deterministik sejak bertemunya sel telur dan sperma,” katanya.
“Being alive and existing in our environment is what constructs us, in all our wobbly, unique and mysterious glory. Enjoy it.”
‘Takdir’ DNA memang sudah tertulis, tapi tidak berarti manusia pasrah begitu saja dengan keadaan. DNA adalah potensi. Kita diberi kuasa untuk mempengaruhi lingkungan tempat DNA ini bekerja (alias diri kita) lewat pilihan-pilihan yang tersedia, dan mengarahkan hidup kita, mau dibawa ke mana?
Anyway, buku ini bagus sekali untuk mereka yang tertarik akan DNA dan genetika. Sangat layak dikoleksi.