Cart

Your Cart Is Empty

Journey to The Edge of Reason: The Life of Kurt Gödel

Journey to The Edge of Reason: The Life of Kurt Gödel

image

Author

Ani

Published

Januari 20, 2024

Journey to The Edge of Reason: The Life of Kurt Gödel

Stephen Budiansky
W. W. Norton & Company (2021)
368 hal

Einstein menggelarinya “logikawan terhebat sejak Aristoteles”, matematikawan legendaris John von Neumann menyebutnya “matematikawan yang benar-benar tak tergantikan”, filsuf Herbert Feigl menyatakan ia seorang “jenius kelas tertinggi”.

Namun begitu, tidak banyak yang mengenal nama Kurt Gödel selain kalangan ilmuwan bidang tertentu. Tidak sebagaimana orang awam mengenal nama Einstein, sahabatnya selama di Princeton. Padahal karya utama Gödel yaitu Teorema Ketidaklengkapan, yang ia formulasikan di usia 24 tahun, adalah prinsip penting yang sangat fundamental dalam dunia ilmu pengetahuan. Harvard University menyebutnya “penemuan kebenaran matematika terbesar abad ini”.
Teorema tersebut menyatakan bahwa setiap sistem matematika yang konsisten dan mengandung aritmetika maka pasti tidak lengkap, dan konsistensinya tidak bisa dibuktikan di dalam sistemnya sendiri.

Selain karena hanya sedikit yang mengerti keistimewaan karya dan pemikirannya, ia menjadi ‘misterius’ juga karena terbilang ‘nyentrik’, ‘nggak gaul’, serius dan tertutup, sehingga hanya sedikit yang mengenal sisi kehidupan pribadinya.

Salah satu yang menyulitkan dalam usaha menuliskan kehidupan Gödel adalah karena ia menggunakan stenografi Gabelsberger dalam mencatat berbagai pemikiran pribadinya. Upaya pendataan dan penerjemahan catatan-catatannya berlangsung bertahun-tahun oleh prof. John Dawson dan istrinya Cheryl mulai awal tahun 1980an (yang menghasilkan buku “Logical Dilemma: The Life and Work of Kurt Gödel”, Dawson, 1997).

Dalam buku Journey ini, Stephen Budiansky, seorang penulis berlatar belakang sains & matematika yang memfokuskan diri di topik sejarah militer dan biografi, berhasil menampilkan Kurt Gödel secara lebih utuh.
Ia membangun image Gödel melalui data arsip Institute of Advanced Study Princeton, berbagai sumber sejarah serta korespondensi yang tersisa dari keluarga, sahabat dan kolega-koleganya (surat-surat dari ibu dan kakak Gödel kepadanya dihancurkan oleh istrinya, Adele, setelah Gödel meninggal).

Buku ini dibuka dengan penggambaran situasi dan kondisi Austria yang membentuk Vienna awal abad 20 menjadi pusat ilmu pengetahuan yang dinamis, tempat Gödel tumbuh di tengah stimulasi intelektual berkualitas tinggi.

Kepiawaian Budiansky mengisahkan sejarah membuat pembaca dapat ikut merasakan ketegangan Eropa di masa kebangkitan dan kejayaan partai Nazi, bagaimana perubahan suasana di kalangan intelektual universitas sehinggal banyak ilmuwan Yahudi yang dipersekusi atau pergi meninggalkan Eropa menuju Amerika.
Ilmuwan-ilmuwan yang bukan dari ras Yahudi seperti Kurt Gödel pun tidak luput dari ancaman, karena ide-ide liberal (bahkan dalam sains dan matematika) dianggap sebagai “pengaruh Yahudi” yang menyalahi prinsip-prinsip Nazi. Sungguh masa itu sangat kelam bagi dunia intelektual Eropa daratan.

Sehubungan dengan ke’nyentrik’an Gödel dalam menjalani kehidupan sehari-hari, buku ini berargumen bahwa obsesi terhadap kesempurnaan yang ekstrimlah yang memunculkannya. Digambarkan bagaimana Gödel punya gaya berpakaian tersendiri (harus rapi necis lengkap dengan mantel bahkan di tengah musim panas), kesulitan mengambil keputusan karena selalu mempertimbangkan berbagai sisi, kecenderungan paranoid terhadap dokter dan kondisi kesehatannya, kepolosannya terhadap hal keseharian, dll. Membacanya saya langsung teringat karakter unik Adrian Monk dalam film seri detektif obsesif-kompulsif “Monk”.

Buku ini sangat bagus dan informatif bagi yang ingin tahu lebih jauh tentang kehidupan dan pemikiran Kurt Gödel dari mulai masa kecilnya di Austria hingga akhir hayatnya di Princeton.

Join Us

Book

O Latte

Follow IG untuk membaca review kami

Join Us on Spotify

Our Location

My Place

The place I like the most

Get Direction