Cart

Your Cart Is Empty

Moonbound: Apollo 11 and the Dream of Spaceflight (Novel Grafis)

Moonbound: Apollo 11 and the Dream of Spaceflight (Novel Grafis)

image

Author

Ani

Published

Juni 9, 2024

Kali ini dari pereview tamu Zakia Liland (IG @belandjar ) mengulas novel grafis Moonbound. Terimakasih!
====================
Halo! ๐Ÿ‘‹๐Ÿป Aku Zakia, ibu anak satu yang suka membaca untuk menghibur diri atau mencari tahu apa yang belum ku ketahui. Dulu, aku kuliah jurusan Hubungan Internasional yang belajar soal sejarah dunia & politik internasional jadi pas baca Moonbound rasanya kayak kuliah lagi tapi versi dikaitkan sama saintek. Seru deh! ๐Ÿ’—

Moonbound: Apollo 11 and the Dream of Spaceflight
Jonathan Fetter-Vorm
Hill and Wang (2019)
248 halaman

Hampir semua urusan hidup kita berkaitan dan ditentukan oleh politik, termasuk salah satunya pencapaian terbesar manusia “menaklukkan” bulan: misi Apollo 11 milik Amerika Serikat oleh Neil Armstrong dan dua rekannya.

Berebut kuasa untuk menjadi yang terkuat di Bumi, negara-negara adu kekuatan militer dan saling serang selama Perang Dunia dan terus berlanjut sampai Perang Dingin. Namun, kali itu bukan lagi perang senjata siapa yang terkuat tapi siapa yang tercanggih yang bisa “menaklukkan” luar angkasa dan menginjakkan kaki pertama kali di Bulan.

Review

Jonathan Fetter-Vorm adalah seorang penulis sekaligus ilustrator yang sebelum menerbitkan Moonbound, juga menerbitkan beberapa novel grafis lainnya yang bertema sama: sejarah, yaitu Trinity: A Graphic History of the First Atomic Bomb dan Battle Lines: A Graphic History of the Civil War.

Kalau dilihat dari latar belakang Fetter-Vorm, sebenarnya tidak mengejutkan jika ia membuat buku-buku bertema sejarah karena memang ia kuliah di jurusan Sejarah di Universitas Stanford. Namun, ada hal lain yang lebih membuat tertegun yaitu saat mengetahui mengapa Fetter-Vorm menulis tentang bom atom dan Apollo 11 karena kakeknya bekerja untuk Manhattan Project โ€” proyek rahasia Amerika Serikat pada Perang Dunia II untuk membuat bom atom.

Moonbound: Perjalanan Panjang Manusia โ€œMenaklukanโ€ Bulan

Moonbound adalah novel grafis yang menceritakan bagaimana Apollo 11 berhasil menjadi misi pendaratan manusia pertama di Bulan, termasuk sejarah panjangnya dari masa ke masa:
Abad Pertengahan saat Johannes Kepler membayangkan dirinya berada di Bulan.
Perang Dunia saat manusia mulai menemukan teknologi berupa roket yang mulai menyentuh luar angkasa (V-2 karya Wernhen Von Braun berhasil mencapai mesosfer) maupun bom atom yang menjadi titik awal eksplorasi luar angkasa.
Perang Dingin yang tak lagi berperang secara militer untuk menaklukan satu sama lain tapi โ€œmenaklukanโ€ luar angkasa agar menjadi negara paling kuat di dunia.

Bom Atom Hiroshima & Nagasaki: Titik Awal โ€œPenaklukanโ€ Bulan

Kemenangan Amerika Serikat pada Perang Dunia II setelah mengalahkan Jepang dengan bom nuklirnya membuat pergeseran makna kekuatan negara-negara di dunia. Hadirnya nuklir dan selesainya Perang Dunia membuat kekuatan tidak hanya ditentukan oleh kekuatan militer tapi inovasi teknologi dan kemampuan eksplorasi luar angkasa.
Hal ini masuk akal jika diibaratkan, selesainya Perang Dunia adalah selesainya โ€œpenaklukanโ€ dunia atau Bumi. Lalu, apalagi yang harus ditaktlukan jika semua sudah ditaklukan? Jawabannya: sesuatu yang belum ditaklukkan โ€” luar angkasa, Bulan.
Hubungan sebab-akibat dari bom atom dan eksplorasi luar angkasa ini lah yang kemudian membuat Fetter-Form menulis buku ini sebab ia memang sering mendengar cerita kakeknya yang bekerja untuk Manhattan Project.

Apollo 11: Pencapaian Sains yang Sangat Politis

Rasanya tidak ada hal di dunia ini yang tidak politis atau tidak ditentukan oleh keputusan elit politik, termasuk keberhasilan Amerika Serikat โ€œmenaklukanโ€ Bulan melalui misi Apollo 11.
Apollo 11 memang pencapaian sains dan teknologi yang luar biasa karena menjadi sejarah yang mengagumkan di mana manusia bisa ke luar angkasa bahkan menginjakkan kaki di Bulan. Namun, hal ini tidak berangkat tanpa alasan politis di mana Amerika Serikat ingin menjadi adidaya dengan menjadi yang pertama yang โ€œmenaklukanโ€ Bulan.

Apakah Misi Pendaratan di Bulan Tidak Untuk Perempuan?

Misi pendaratan manusia pertama di Bulan memang identik dengan Neil Armstrong dan dua rekannya, yang semuanya adalah laki-laki.
Sebelumnya, misi luar angkasa dimulai, pemerintah Amerika Serikat terlebih dulu menyeleksi 32 pilot militer. Namun, hanya 7 orang yang lolos dan terpilih menjadi astronot NASA, termasuk di antaranya Neil Armstrong dan dua rekannya. Semuanya adalah laki-laki.
Melihat realitas ini lalu timbul pertanyaan: apakah hanya laki-laki yang cocok untuk misi ke luar angkasa?
Padahal, menurut Dr. Lovelace, Chairman of Special Advisory Committee on Life Sciences NASA, astronot perempuan lebih menguntungkan untuk misi luar angkasa karena:
tubuh perempuan lebih kecil dibanding laki-laki,
perempuan membutuhkan ruang lebih sedikit dibanding laki-laki,
perempuan mengonsumsi lebih sedikit kalori dan oksigen,
yang artinya lebih memungkinkan untuk membuat pesawat luar angkasa yang lebih kecil dan ringan
artinya lagi, biaya yang dikeluarkan untuk misi ke luar angkasa bisa dipangkas alias lebih hemat.

Misi Luar Angkasa Bukan Hanya Tentang Astronot (Laki-Laki)

Keberhasilan manusia menginjakkan kaki di Bulan bukan hanya berkat kemahiran para astronot maupun insinyur pembuat roket tapi juga banyak perempuan di balik layar. Mereka adalah โ€œkomputerโ€ yang bertugas menghitung tabel-tabel angka guna memproses data yang menjadi acuan para insinyur dalam membuat roket. Mereka lah software engineer kala itu yang hanya menghitung menggunakan kalkulator mekanik, pensil, dan penggaris.
Namun, mereka tidak menjadi bagian dari keberhasilan besar umat manusia ini karena:
Hal-hal yang didokumentasikan NASA maupun media Amerika Serikat terkait misi ini memang meniadakan peran perempuan maupun orang kulit berwarna.
Posisi strategis dalam manajemen dan teknis memang didominasi oleh lelaki kulit putih sehingga representasi perempuan sangat minim.

Kesimpulan

Buku ini menyenangkan untuk dibaca karena formatnya novel grafis jadi tidak membosankan.
Bagian yang menceritakan masa lalu palet warnanya dual tone, menurutku kurang appealing. Untuk bagian misi Apollo 11 palet warna yang full color sangat nyaman untuk dilihat bahkan ada beberapa halaman yang sangat indah gambarnya, khususnya pada momen peluncuran Apollo 11.

Buku ini juga memperkaya pengetahuan sejarah pembacanya, terutama kaitan antara peristiwa politis yang menyebabkan perang sampai terciptanya sebuah inovasi teknologi yang membawa manusia ke Bulan.

– Zakia –

Join Us

Book

O Latte

Follow IG untuk membaca review kami

Join Us on Spotify

Our Location

My Place

The place I like the most

Get Direction