Cart

Your Cart Is Empty

Proud: My Fight for an Unlikely American Dream

Proud: My Fight for an Unlikely American Dream

image

Author

Ani

Published

Februari 12, 2024

Masalah ras di Amerika adalah isu yang kompleks. It’s not as black and white as black vs white.

Ras kulit hitam yang ada di Amerika tidaklah monolit: ada yang keturunan budak ada yang tidak, ada yang sempat merasakan segregasi di Selatan, ada yang tidak, ada yang birasial seperti Obama yang ke-hitam-annya diturunkan langsung dari orang bebas Afrika yang tidak merasakan perbudakan ataupun segregasi (makanya bagi sebagian orang African American, Obama dianggap ‘not black enough’), dan masih beragam lagi konteksnya. Namun “Black” sebagai ras seringkali dijadikan satu dengan segala stereotip yang melekat kepadanya.
Stereotip ini seringkali menjadi beban bagi siapapun di dalamnya.

Sebuah episode seri polisi “The District” menggambarkan hal ini, lewat adegan seorang kriminal kulit hitam yang ditangkap polisi, meminta tolong pada seorang polisi sesama kulit hitam. “Hey why don’t you help a brother?”. Si polisi menjawab dengan marah “It’s people like you who make all of us look bad!”

Tanpa mengetahui peliknya isu rasisme di Amerika, tidak mudah memahami gerakan seperti Black Lives Matter yang dipicu kekerasan terhadap orang-orang kulit hitam hanya karena kecurigaan dan kebencian terhadap warna kulit.

Seperti juga label ‘Muslim’. Muslim sendiri, apalagi di Indonesia yang mayoritas, tahu persis bahwa muslim tidaklah monolit, ada beragam representasi. Tapi di negara-negara di mana muslim adalah minoritas, stereotyping (dan juga diskriminasi) seringkali menjadi masalah dan penghalang untuk maju.

Ibtihaj Muhammad bisa dibilang ‘quadruple minority’di Amerika:
black
black woman
black muslim woman
black muslim woman hijabi
Namun identitasnya sebagai minoritas ini malah mengeraskan semangatnya untuk membuktikan diri bahwa ia bisa berprestasi dalam apapun yang dikerjakannya.
Ia menuliskan pengalamannya melalui memoir “Proud: My Fight for an Unlikely American Dream”(Legacy Lit, 2018, 288hal).

Ibtihaj lahir dari orangtua mualaf berlatar belakang keluarga-keluarga kulit hitam miskin broken home di lingkungan yang tidak baik. Namun kedua orangtuanya (ayahnya polisi, ibunya guru sekolah) bertekad membangun keluarga yang terjaga dari pengaruh-pengaruh buruk seperti itu, dengan berdasarkan nilai-nilai Islam dengan prinsip “we are muslims not in name only”.

Lima bersaudara Muhammad dibesarkan oleh orang tua mereka dengan aturan-aturan yang relatif ketat namun didukung penuh untuk mencapai potensi terbaik. Selain sekolah dan academic enrichments, olahraga dan kegiatan mesjid menjadi aktivitas untuk memfokuskan energi positif mereka.

Ibtihaj adalah seorang pekerja keras, berprestasi di sekolah (straight A student, lulusan salah satu universitas top) maupun olahraga. Setelah sempat mencoba atletik dan voli, ia memutuskan menekuni anggar di SMA, salah satunya karena seragam anggar yang tertutup cocok dengan pilihannya berhijab.

Dua pertiga buku ini menceritakan lika-liku perjalanan Ibtihaj menggeluti olahraga anggar dengan berbagai tantangan di dalamnya (termasuk diskriminasi dari pelatih dan timnya sendiri!) sampai ia menjadi American black muslim woman hijabi pertama yang meraih medali Olimpiade tahun 2016, tepat ketika bigotry sedang memuncak di Amerika (waktu itu masa kampanye Donald Trump).

Ibtihaj menyadari posisinya yang unik ini adalah kekuatan untuk bersuara, mendobrak stereotip, dan menginspirasi komunitas kulit hitam (terutama perempuan) dan minoritas muslim di Amerika.

Di akhir buku ia menutup “I will continue to fight, because the prize this time is an America that truly respects all of its citizens. And that is worth more than any medal. Inshallah, so it may be.”

====
Catatan: di khutbah Idul Adha tadi, khatibnya bilang bahwa untuk menyebarkan Islam tidak butuh army, melainkan perilaku Islami. Beliau mencontohkan Indonesia yang ‘muslimnya terbanyak di dunia tanpa penaklukan militer’.
Dalam hati saya membatin, waduh Indonesia dijadikan contoh, tapi apa perilaku muslimnya sudah mencerminkan perilaku Islami? (jadi teringat prinsip orangtua Ibtihaj ‘we are muslims not in name only’).

Selamat merenung di Hari Raya Kurban ini.

Join Us

Book

O Latte

Follow IG untuk membaca review kami

Join Us on Spotify

Our Location

My Place

The place I like the most

Get Direction