Pernahkah kita memperhatikan dan memikirkan, terbuat dari material apakah benda-benda di sekitar kita? Pernahkah kita penasaran bagaimana riwayat penemuan dan pembuatan berbagai material yang kita pakai sehari-hari itu? Kalaupun belum pernah, buku ini akan membuat kita terpesona dan punya hobi baru: menebak-nebak material apa saja yang dipakai untuk membuat benda-benda kesayangan kita. Apakah terbuat dari plastik, baja, atau gelas? Buku ini sangat menggelitik, penuh semangat, dan menularkan perasaan takjub penulis akan material yang kita pakai sehari-hari. Eh tapi kok lucu juga ya, terkagum-kagum sama plastik, baja, dan gelas? Tapi dijamin deh, kalau sudah baca bukunya, kita tidak akan melihat dunia dengan pandangan yang sama lagi, hehehe.
Stuff Matters: The Strange Stories of The Marvellous Materials That Shape Our Man-Made World
Mark Miodownik
Penguin Books 2014
252 Halaman
Buku ini dibuka dengan sebuah kisah yang menegangkan. Mark Miodownik muda menjadi korban pembegalan. Dia berhasil melarikan diri, tapi pembegal juga berhasil melukainya. Mark, yang saat itu memakai baju berlapis-lapis termasuk jaket tebal, tidak menyangka kalau pembegal bakal membesetnya di punggung. Senjata pembegal berhasil menembus semua lapisan bajunya, sampai punggungnya Mark ikut terobek. Di kantor polisi, Mark muda baru tahu kalau senjata yang dipakai oleh pembegalnya cuma silet cukur. Sejak itu, seperti mendapatkan suatu spiritual awakening, Mark mulai memperhatikan dan jadi penasaran dengan berbagai material yang ada di sekitarnya. Kegemaran baru ini menjadi semacam obsesi. Mark mulai bertanya-tanya: kenapa sendok stainless steel tidak meninggalkan ‘rasa besi’ di mulut, sedangkan sendok kayu meninggalkan rasa kayu yang kuat? (Kalau kita sering makan es krim cup, pasti ngerti, hehe.). Kenapa berlian dihargai jauh lebih mahal daripada grafit yang ada dalam pensil, padahal keduanya sama-sama terbuat dari karbon? Kenapa cangkir porselen dianggap melambangkan kemewahan dan selera yang tinggi dibandingkan gelas plastik? Dan bagaimana pengetahuan tentang cara membuat kaca telah mendorong kemajuan besar pada sains? Mark muda belajar tentang material sampai akhinya menjadi profesor di bidang Material and Society. Buku ini memuat semua semangat dan passionnya di bidang Material, sampai meraih penghargaan Royal Society Winton Prize sebagai karya berpengaruh di bidang sains populer.
Setelah dibuka dengan kisah seram pembegalan, buku ini lalu membahas material-material yang kita gunakan sehari-hari. Tiap material dibahas dalam satu bab. Tiap bab dibuka dan ditutup dengan kisah pribadi Mark yang berhubungan dengan material tersebut. Kedudukannya sebagai profesor ahli material membuat Mark punya kesempatan untuk ‘bergaul’ dengan berbagai material, mulai dari yang biasa dipakai sehari-hari sampai pada material yang hanya pernah dipegang oleh segelintir orang di bumi. Tapi, walaupun material langka itu jarang sekali ditemukan, ternyata ‘saudaranya’ sudah umum muncul dalam kehidupan semua orang! Penasaran? Yuk kita ikuti kisahnya.
Secara berurutan Mark berkisah tentang:
Baja (Yang tidak terkalahkan)
Kertas (Yang terpercaya)
Beton (Yang kokoh)
Coklat (Yang enak)
Busa (Yang menakjubkan)
Plastik (Yang imajinatif)
Kaca (Yang tak terlihat)
Karbon (Yang tak terhancurkan)
Porselen (Yang beradab)
Titanium (Yang abadi)
Sintesis
Tiap kisah memuat petualangan pribadi Mark dengan material tersebut, kisah penemuan dan teknik pembuatannya, apa saja benda-benda bersaudara yang sebenarnya terbuat dari material sama, dan pengaruh apa yang dibuat sang material terhadap peradaban manusia. Karena itu buku ini sangat menarik dan membuka mata, seperti menonton episode Big History di NatGeo. Tentu kita tahu kalau penemuan kertas mendorong kemajuan besar dalam peradaban kita, tapi tahukah bahwa kertas bukan hanya mempengaruhi cara kita menyimpan pengetahuan, tapi juga berpengaruh besar pada kepribadian kita? Itulah sebabnya kenapa buku cetak masih tetap diminati di dunia digital ini. Kertas bukan saja menyimpan pengetahuan, dia juga menyimpan emosi, kenangan, dan harapan kita. Orang yang pernah bertukar surat cinta dan menyimpan foto lama pasti mengerti hal ini: Sepotong kertas bukan hanya sebuah benda, tapi juga mengabadikan sepotong kenangan dan jiwa kita.
Lalu, siapakah yang sebal karena nenek atau ibu kita punya koleksi porselen cantik yang hanya boleh dipakai saat ada tamu? Kalau sudah tahu sejarah pembuatan porselen, keunggulannya dibandingkan piring dan gelas biasa, serta kedudukannya sebagai salah satu komoditas paling berharga di dunia sebelum abad 19 (serta seluruh kisah spionase dalam upaya Eropa mencuri rahasia pembuatan porselen dari Cina), pasti kita ga akan sebal lagi. Malah mungkin ikutan memperlakukan koleksi porselen ibu dengan penuh hormat dan sayang, hahahaha. Bab yang bercerita tentang porselen sangat mengharukan, karena Mark menjalinnya dengan kisah keluarganya sendiri, saat set porselen milik ibunya menemani riwayat keluarga besarnya, sampai akhirnya hanya tertinggal satu cangkir saja yang masih utuh. Sangat sentimental. Siapa sangka, set porselen ternyata berperan besar dalam kehangatan keluarga?
Bab paling menakjubkan di buku ini adalah bab yang bercerita mengenai busa (foam). Ha? Busa seperti gelembung busa sabun yang muncul saat cuci piring? Apa pentingnya busa? Ternyata busa yang dianggap remeh itu menjadi kunci ditemukannya sebuah material baru bernama Aerogel. Saya sampai menggoogle khusus soal material ini, karena foto-foto hitam putih di buku kurang jelas menampilkan keindahan material ini, yang dikatakan ‘Bagaikan sepotong langit biru yang dipegang di tangan kita’. Material ini luar biasa ringan, tapi juga merupakan insulasi terbaik yang pernah ditemukan manusia. Dia bisa menahan panas tinggi. NASA menggunakannya sebagai insulasi pesawat ulang-alik. Selain itu, NASA juga memakainya untuk alat penangkap debu meteor. Sayangnya, Aerogel sangat mahal, sehingga belum bisa digunakan untuk produk komersial yang dijual ke publik. Padahal perlu banget untuk menahan panasnya matahari Bekasi! Hahahaha.
Bab paling menyusahkan di buku ini tentu saja bab mengenai coklat. Percayalah, baca bab ini nggak mungkin selesai tanpa berhenti dulu dan lari ke toko buat beli satu atau dua batang coklat. Ya ampun, godaannya! *tendang timbangan jauh-jauh😅. Bab ini menjelaskan bahwa permen coklat sebenarnya adalah hasil dari teknik manipulasi susunan kristal atom yang sangat jenius. Menciptakan susunan kristal yang bertahan rigid di suhu ruang namun langsung meleleh saat ketemu suhu tubuh di lidah, betul-betul penemuan kuliner luar biasa. Dan sensasi lelehnya coklat sambil melepaskan segala rasa nikmat yang tadinya terkunci… *duh maaf, harus ambil persediaan coklat lagi ya. Ngunyah dulu, hahahaha.
Begitulah, buku ini sangat seru. Padahal yang dikisahkan adalah material yang biasa kita lihat sehari-hari. Tapi kok ‘hidup’ sekali. Ngomong-ngomong soal hidup, di bab terakhir Mark membandingkan antara benda hidup dan benda mati. Keduanya sama-sama berawal dari atom. Keduanya berturut-turut membentuk struktur nano (hidup: DNA, mati: nanotube), struktur mikro (hidup: sel, mati: kristal), lalu gabungan-gabungan (hidup: jaringan tubuh, mati: ikatan selulosa). Lalu, masing-masing akan tampil menjadi sesuatu yang berbeda di mata kita. Yang satu jadi mahluk hidup, satu lagi jadi benda mati seperti kain, sendok, ban, piring, dll. Tapi setelah merenungi proses-proses yang terjadi di skala mikro dan nano, Mark mengajukan pertanyaan: benarkah bahwa dunia benda hidup dan benda mati itu sangat berbeda? Kenyataannya, di skala super kecil, kedua hal itu nyaris tidak ada bedanya. Batas antara yang ‘hidup’ dan ‘mati’ tidaklah setegas yang dikira selama ini. Mark mengatakan bahwa pernyataan ini bukanlah berarti kita menyamakan yang hidup dengan yang mati, tapi sebaliknya: yang kita anggap benda mati itu sebenarnya ‘hidup’ dengan cara mereka sendiri.
Benar-benar buku yang membuka mata. Dan memaksa buka dompet buat beli coklat. Selamat makan coklat… eh, membaca! 😂😂
Oh ya, semoga buku ini diterjemahkan ke bahasa Indonesia.