Jujur saja, selama ini saya tidak banyak tahu tentang Tesla (yang penemu, bukan merk mobil) selain dari meme dan kutipan-kutipan pendek. Dari situ imej yang tertangkap adalah bahwa Nikola Tesla adalah salah satu penemu terbesar di dunia kelistrikan, dan penemuannya telah memberdayakan dunia modern yang digerakkan oleh tenaga listrik. Namun Tesla disabotase oleh Edison sehingga nama Edison lebih dikenal dan nama Tesla terkubur. Konon.
Saya kurang suka meme dan kutipan pendek, karena seringkali ada konteks dan nuansa yang hilang, ada cerita besar yang tidak tersampaikan. Karena itu the next sensible thing adalah nyari buku tentang Nikola Tesla, untuk nyari tahu cerita yang lebih lengkapnya.
Ada beberapa buku tentang Tesla yang saya pinjam dari perpus sekaligus, dan ini buku pertama yang saya baca, ditulis oleh Richard Munson. Nikola Tesla yang saya tangkap dari meme dan kutipan-kutipan pendek itu terkesan seperti figur legenda yang mistis dan misterius. Satu buku yang saya pinjam bahkan memberi judul “Wizard” untuk menggambarkannya. Memang sih, salah satu alasan saya ingin baca tentang Tesla karena imej mistisnya itu (makin misterius, makin bikin penasaran kan?). Tapi bagaimana cerita sebenarnya?
Nah, dalam hal ini, rasanya saya sudah tepat memilih buku Richard Munson untuk dibaca duluan, karena alih-alih menggambarkan Tesla sebagai flawless mythical figure, buku Munson memberi kesan yang membumi tentang Tesla dan hidupnya. Sebuah biografi, bukan hagiografi (biografi yang menggambarkan subyeknya secara ideal tanpa cela) tentang seorang jenius visioner eksentrik dengan passion yang sangat fokus pada energi listrik, lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya.
Tesla: Inventor of the Modern
Richard Munson
W.W Norton & Co (2018)
306 hal
Richard Munson adalah seorang aktivis energi dan lingkungan yang bekerja di Environmental Defense Fund sebagai direktur Clean Energy untuk area Midwest USA. Selain aktif berpartisipasi dalam kebijakan energi dan lingkungan, ia juga menulis banyak buku (rata-rata biografi dan sejarah), artikel topik energi, lingkungan, dan perubahan iklim, juga aktif mendukung perpustakaan lokal di Illinois, USA. Dengan mengambil sumber dari surat-surat dan catatan teknis, juga berbagai sumber lainnya, Munson merangkai cerita hidup Nikola Tesla mulai dari awal kehidupannya sebagai anak desa di pinggiran Kroasia. Tesla adalah anak ke-4 dari 5 bersaudara, anak kedua lelaki dari keluarga pendeta Serbia Ortodoks. Tesla diharapkan mengikuti jejak ayahnya menjadi pendeta, namun ia lebih tertarik pada sains dan matematika, dan senang ‘ngoprek’ sejak kecil. Ia terutama tertarik pada listrik.
Tesla juga diceritakan sering mengalami halusinasi visual (dan audial, mungkin) sejak kecil. Ayahnya melarangnya membaca karena khawatir merusak mata Tesla yang badannya lemah. Jadi Tesla mengimbanginya dengan ‘mind travel’. Menurut Tesla sendiri ‘perjalanan-perjalanannya’ ini ‘senyata hidup sebenarnya’, di mana ia mengunjungi kota dan negri lain, bertemu orang-orang dan berteman dengan mereka’. Tidak terlalu jelas apakah ini imajinasi (dikontrol) atau halusinasi (tidak dikontrol). Munson sendiri berpendapat ini hanya imajinasi saja (untung buku Hallucinations sudah direview ya, jadi di sini kita sudah tahu bedanya halusinasi dan imajinasi).
Dalam autobiografinya, Tesla mengaku punya penglihatan dan pendengaran yang istimewa: bisa melihat dan mendengar obyek di kejauhan yang umumnya tidak bisa dilihat/didengar orang lain Namun mungkin karena kekhawatiran menjadi gila juga, seperti yang sering dialami mereka yang mengalami halusinasi, Tesla berusaha mengontrol pikirannya, melatih kemampuan mental dan fokusnya, sehingga ia memiliki kemampuan observasi dan visualisasi yang kuat. Kemampuan ini membuatnya mampu memvisualisasikan eksperimen penemuan-penemuannya di dalam kepala, tanpa harus corat-coret di kertas (mengingatkan saya sama Temple Grandin yang juga seperti ini).
Obsesinya akan listrik semakin menguat ketika Tesla kuliah di Graz, Austria. Pada waktu itu yang umum digunakan adalah arus listrik searah (direct current/DC), yang memerlukan komutator untuk menyearahkan arus bolak-balik (alternating current/AC) yang dihasilkan oleh generator. Tesla waktu itu berpikir bahwa komutator ini mengganggu dan nggak efisien, lebih baik dihilangkan saja dan memanfaatkan arus bolak-balik. Tapi dosennya bilang itu tidak bisa dilakukan. Sejak itu Tesla terus memikirkan problem listrik AC, ia yakin bahwa hal itu bisa dilakukan. Ketika Tesla sudah lulus kuliah dan bekerja di Budapest, ia tidak berhenti memikirkannya. Pada suatu malam di bulan Februari 1882, ketika ia sedang jalan-jalan bersama sahabatnya sambil membaca puisi Goethe, ilham datang menghantamnya tiba-tiba. “The idea came like a flash of lightning and in an instant the truth was revealed,” tulisnya, “bayangannya begitu jelas di pikiranku”. Ia menemukan cara membuat motor yang memanfaatkan putaran medan magnet untuk menghasilkan listrik AC (fyi, penglihatan/vision seperti ini seringkali dialami Tesla dalam proses penciptaan mesin-mesinnya).
Tesla tidak punya dana untuk merealisasikan idenya, jadi ia tetap bekerja sebagai insinyur listrik di perusahaan Edison cabang Paris, dan karena kinerjanya lalu diundang ke kantor Edison di New York pada tahun 1884. Di sana ia langsung direkrut oleh Edison sebagai mekanik, namun Tesla membuktikan diri bahwa dia juga bisa merancang mesin-mesin baru yang lebih efisien untuk jaringan listrik Edison. Namun kerjasama ini retak ketika Tesla merasa dimanfaatkan dan meninggalkan perusahaan Edison. Fyi meskipun sering bertentangan dengan Edison, namun Tesla juga tetap menghargainya sebagai mentor dan masih berhubungan sosial dengannya.
Nasib Tesla mulai berubah ketika bertemu dengan dua investor dan mendirikan Tesla Electric Company. Kali ini kerjasamanya mulus dan menghasilkan, Tesla bisa fokus bereksperimen dan berinovasi mewujudkan ide-idenya, sementara bagian bisnis diurus partnernya. Tesla memang nggak business savvy, dia cuma ingin fokus inventing. Di sinilah ia mewujudkan motor AC-nya, dan mengantongi puluhan paten berkaitan dengan penemuannya. Partnernya mengundang wartawan-wartawan majalah kelistrikan dan suratkabar besar untuk menulis tentang Tesla dan penemuannya. Berkat public relation ini, banyak yang tertarik akan temuan Tesla, terutama George Westinghouse yang kemudian membeli banyak paten Tesla dan mengundangnya ke Pittsburgh untuk membantu membangun sistem listrik AC untuk perusahaannya. Bersama Westinghouse, Tesla menangani proyek-proyek listrik besar seperti Chicago World Fair dan pembangkit listrik Niagara. Namun Tesla tidak betah di Pittsburgh, dan kembali ke New York dan menghabiskan waktu di lab untuk fokus pada penemuan-penemuannya. Di sinilah ia mengembangkan Tesla coil.
Popularitas Tesla sebagai inventor jenius meroket setelah ia mendemonstrasikan temuannya yang fantastis di kampus Columbia tahun 1891 yang disaksikan ratusan orang dan diliput banyak media. Tesla diakui sebagai jenius di dunia kelistrikan, diundang mempresentasikan temuannya di Eropa, dan ia pun menjadi selebriti dan sering diundang bergaul di acara kalangan atas New York City. Tesla sendiri sebenarnya penyendiri yang eksentrik, dan kalau membaca ciri-cirinya seperti karakteristik spektrum autistik yang terobsesi pada hal tertentu, punya aturan-aturan khusus yang tidak bisa diganggu gugat, agak OCD dengan penampilan, dll. Mirip detektif Adrian Monk di film seri Monk deh.
Tesla sebenarnya hanya ingin menghabiskan waktunya di lab dan bereksperimen dengan ide dan visinya yang sangat jauh ke masa depan. Ia mengajukan ide-ide yang pada masa itu belum terpikirkan berkaitan dengan energi listrik, komunikasi nirkabel, energi berkelanjutan, juga automaton/robot. Beberapa visinya terdengar sangat ‘aneh’ untuk masa itu, bahkan untuk kita sekarang pun masih terasa sangat kontemporer. Tesla sudah membayangkan pemanfaatan energi matahari melalui ‘solar engine’ karena batubara tidak efisien. Ia membayangkan komunikasi nirkabel global untuk saling berkirim pesan, musik, berita, foto, bahkan rahasia militer ke mana saja di seluruh dunia. “When wireless is fully applied, the Earth will be converted into a huge brain”. Sesuatu yang untuk kita di jaman sekarang jadi makanan sehari-hari dalam bentuk Internet dan ponsel, sudah diprediksi Tesla lebih dari seabad yang lalu. Bahkan Tesla juga sudah punya visi tentang suatu mesin yang dalam bahasa sekarang mungkin ‘self-driving car’. Membaca soal visi-visinya ini, saya jadi ingat Elon Musk. Tidak aneh kalau Musk sangat mengidolakan Tesla.
Namun sifat eksentrik Tesla, ditambah dengan kekurangannya dalam skill bisnis, apalagi setelah meninggalnya partnernya yang selama ini mengurus bisnis dan marketing, membawanya pada kejatuhan, terutama finansial. Dia membebaskan kontrak George Westinghouse atas dasar persahabatan, hasilnya dia kehilangan royalti paten-patennya (kalau dihitung-hitung bisa jutaan dolar tuh!). Keinginannya untuk mendistribusikan energi listrik secara murah kepada semua orang, bertentangan dengan keinginan para investor yang menginginkan profit sebesar-besarnya. Ketika ia gagal menghasilkan profit dari proyek-proyeknya (terutama proyek transmisi nirkabel Wardenclyffe Tower di Long Island, NY, yang dibiayai JP Morgan), ia ditinggalkan oleh investor-investornya. Perang paten juga menghabiskan energinya. Di akhir hidupnya, Tesla terlibat banyak hutang, sakit-sakitan dan stress, ia banyak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak jelas (seperti mengatakan bahwa teori Einstein salah). “Teman”nya hanya burung-burung merpati yang rajin ia beri makan di jendela kamarnya dan di sudut Bryant Park (sudut ini sekarang dinamakan Nikola Tesla Corner).
Walau begitu, tidak bisa dipungkiri bahwa temuan Tesla yang memungkinkan distribusi listrik tegangan tinggi jarak jauh melalui arus listrik AC, telah memberdayakan dunia modern. Kita saat ini tidak bisa lepas dari listrik, dan akan terus membutuhkannya di masa depan. Tidak salah jika Richard Munson memberi judul buku ini Tesla: Inventor of the Modern.
Sebagai penutup, saya ingin berbagi sebuah kutipan yang ditulis oleh Tesla. Ia menulis bahwa seorang ilmuwan seharusnya memandang jauh ke depan, dan tidak hanya berpikir jangka pendek untuk profit. “His work is like that of a planter–for the future. His duty is to lay the foundation for those who are to come, and point the way,” tulisnya.
“The desire that guides me in all I do, is the desire to harness the forces of nature to the service of mankind.”
Wahai para ilmuwan, please point the way, and be a service to mankind.