The Weather Machine: A Journey Inside The Forecast
Andrew Blum
HarperCollins (2019)
207 hal
Siapa yang pernah merasa kecele sama prakiraan cuaca? Saya! (dan saya yakin hampir semua orang di dunia juga akan tunjuk jari). Kesal? Jangan. Selain menghabiskan energi, ini juga bukan kesalahan orang-orang meteorologi.
Memprediksi cuaca itu sulit, bahkan dengan segala teknologi dan peralatan canggih yang ada sekarang. Sulit karena begitu banyak variabel yang mempengaruhi perubahan cuaca, dan perubahannya begitu cepat terjadi. Mengutip seorang ilmuwan dalam buku ini, katanya “Mendaratkan pesawat luar angkasa di Mars berurusan dengan ratusan variabel matematika, tapi membuat model atmosfir global membutuhkan ratusan ribu variabel! Sangat kompleks!”
Buku The Weather Machine berusaha menggali apa yang sebenarnya berlangsung di balik prakiraan cuaca yang sudah menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari.
Awal buku ini cukup menarik. Dibuka dengan cerita akuratnya prediksi pakar meteorologi mengenai jalur hurricane Sandy, bahkan jauh sebelum tropical system itu berubah menjadi hurricane.
Dari situ Blum membandingkan kemajuan teknologi observasi cuaca saat ini (yang memungkinkan akurasi prediksi jalur hurricane) dengan bagaimana hal itu dilakukan di masa lalu.
Buku ini dibagi menjadi 4 bagian : Calculation, Observation, Simulation, dan Preservation, yang masing-masingnya dibagi beberapa sub-bab.
Bab Calculation bercerita tentang awal mula munculnya ide dan usaha memprediksi cuaca. Awalnya, ketika teknologi masih sangat terbatas, semua dilakukan melalui observasi manusia di permukaan bumi. Satu-satunya jalan mengetahui cuaca adalah dengan melihat ke langit di horizon pandangan mata kita. Kemudian setelah ditemukan telegraf, observasi tersebut meluas. Manusia bisa mengetahui cuaca di daerah-daerah lain dan memprediksi efeknya untuk daerahnya. Pada waktu itu info cuaca diperlukan karena kabel telegraf tidak berfungsi dengan baik dalam hujan. Jadi operator telegraf bisa mempersiapkan diri jika ada gangguan servis.
Pemikir di abad itu mulai mengenali potensi telegraf (atau teknologi semacamnya, jika nanti ditemukan di masa depan) untuk pengamatan cuaca, karena observasi cuaca bisa dilakukan dalam jaringan global lintas negara. John Ruskin, pemikir dari Inggris menulis pada 1839 tentang bagaimana di masa depan teknologi komunikasi akan mengubah pandangan manusia “tidak hanya tentang cuaca, tetapi juga tentang dunia.” Ia menyebutnya “a vast machine”. Ketika itu ia juga menuliskan visinya tentang pengamatan meteorologi dari angkasa. Sangat visioner pada masanya.
Kemudian di akhir abad 19 fisikawan Norwegia Vilhelm Bjerknes melalui termodinamika dan mekanika fluida mengaplikasikan fisika dan matematika untuk memahami gerak atmosfir dan memprediksi cuaca melalui model numerik, alih-alih sekadar observasi. Bjerknes dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu meteorologi modern.
Pengembangan ilmu meteorologi ini tanpa disangka terbantu oleh perang dunia I. Perang memungkinkan adanya jaringan pos-pos observasi di garda depan (front — ini awal mula digunakannya kata ‘front’ dalam meteorologi). Setelah perang berakhir, pos-pos ini digunakan sebagai pos observasi cuaca, yang melaporkan kondisi cuaca ke pusat untuk dicatat, dikalkulasi, dan disebarkan informasinya ke berbagai penjuru.
Bab Observation bercerita tentang pos observasi cuaca di Utsira, Norwegia; pengembangan teknologi roket dari militer untuk observasi cuaca dari angkasa, bagaimana pada 1954 untuk pertama kalinya kamera roket bisa menangkap putaran awan badai dari angkasa; peluncuran satelit-satelit cuaca pertama di awal dekade 1960an. Ternyata presiden Kennedy dulu selain mendorong Amerika mendarat di bulan, juga mempunyai visi menggunakan satelit-satelit di luar angkasa untuk pengamatan cuaca global; tentang dua kategori satelit cuaca: geostationary (GEO) yang berputar bersamaan dengan bumi, dan low earth orbiter (LEO) yang memutari bumi secara vertikal; peluncuran satelit untuk mengukur kelembaban tanah dari angkasa.
Bab Simulation menceritakan pengalaman Blum mengunjungi institusi-institusi meteorologi di Amerika dan Eropa, yang berurusan dengan kalkulasi data cuaca untuk membuat model. Bab Preservation menceritakan kerja politisi dan diplomat dalam hubungannya dengan koordinasi data cuaca global.
===
Buku ini saya ambil dari rak perpustakaan untuk dibaca di jalan, karena kelihatannya tipis. Bacaan ringan di sela-sela tumpukan bacaan berat. Sayangnya, bacaan ringan yang saya pikir akan lumayan informatif tentang proses memprediksi cuaca ini agak mengecewakan.
Saya mengira isi bukunya akan lebih teknikal, menjelaskan seluk beluk weather forecasting. Apalagi saya baru selesai baca The Age of Cryptocurrency yang padat info. Tapi karena penulisnya bukan meteorolog melainkan jurnalis, ia lebih banyak menuliskan ‘pengalamannya berinteraksi dengan mereka yang bergelut di dunia meteorologi’, dengan narasi subjektif tentang sesuatu. Agak drama. Dan saya bukan penggemar genre drama ataupun memoar. Jadi (menurut saya), buku ini seperti tahu sumedang, enak sih, dan ada gizinya juga, tapi isinya kopong. Hahaha.